Usiaku 34 tahun. Kurang beruntung kurasa
sampai saat ini. Terlalu bodoh, hingga ku mengabaikan semuanya. Menghabiskan segala
waktu dengan melukis. Hah! Apalah... tak semua ungkapan lukisanku bisa mereka
pahami. Omong kosong! Omong kosong semuanya! Aku benci! Aku benci!. Mana? Hah?
Semua lukisanku adalah cerminan ungkapanku. Tapi... tapi mana?! Orang-orang tak
bisa pahami itu Tuhan?.
Ya! Usia ku 34 tahun. Hobbi melukis. Tapi...
aku tak berniat sebagai pelukis. Ah... entahlah. Usia ini aku belum menikah. Bahkan
belum mempunyai seorang kekasih. Kutukan apa ini Tuhan?!. Tapi... orang-orang
tak mengenaliku. Aku akan memanfaatkan itu.
Meski usiaku 34 tahun. Mereka menggapku, mereka
mengenaliku gadis cantik usia 18 tahun bukan perawan tua. Aku juga mahasiswa, bukan
mahasiswa pasca, tapi aku baru saja diterima diperguruan tinggi negeri
terfavorit sebagai mahasiswa Sastra S1. Keren kan?! Aku menipu. Aku memalsukan
semuanya. Mulai dari akta, kartu keluarga, ijazah, semuanya aku palsukan! Toh?
Apa yang tidak mungkin yang bisa dipalsukan dinegeri ini? Bagaimana mungkin
mereka akan sibuk mengurusi urusan orang lain? Negeri ini dipenuhi oleh
orang-orang yang menyibukkan dirinya sendiri. Mana mungkin aka peduli mengurusi
hal yang seperti ini? Aku lakukan Semua demi kebahagianku!.
***
Oke. Beberapa bulan yang lalu, ah iya! sekitar
dua bulanan yang lalu. Biasalah perguruan tinggi indentik dengan masa
orientasi. Aku pun melewati itu semua dengan sangat-sangat bahagia. Awalnya sih
takut. Pertama, aku takut kebongkar indentitasku yang asli. Kedua, takut misiku
buat cari pendamping... ah terlalu jauh kalo mencari jodoh, ya buat cari
pacarlah yaa, takutnya malah nihil. Tiga, aku takut ketika aku harus keluar
dari duniaku. Ahhh... dan yang ketiga itulah yang buatku harus benar-benar
bertekad, yakin kalo aku bisa! Bisa keluar dari sifatku yang pemalu, jarang
bersosialisasi, kurang pergaulan, semuanya! Aku harus keluar dari diriku yang
dulu, sebagai Kisan yang baru.
Selama orientasi, lancar jaya misi-misi ku!.
Makanya itu buatku sangat bahagia, tidak menjadikan beban selama orientasi. Aku
berhasil membohongi warga kampus. Mereka tidak mencurigaiku. Ternyata aku pun
bisa menjadi Kisan yang baru, yang fres, muda, cantik, cerdas, digandrungi
cwo-cwo, senior pun ikut tersangkut, dasar!. Meski begitu, aku tetap harus
menjadi Kisan yang baik, sopan, yaah... biar ga dipandang sebelah mata, namun
tetap sempurna. Dan pastinya gak murahan. Ya... walau salah satu tujuan misiku
adalah mencari pasangan, tapi gak berprilaku murahan juga kan?
Udah beberapa bulan ngejalanin sebagai mahasiswa aku masih menikmati
indahnya sebagai mahasiswa. Tugas yang makin sini makin ga manusiawipun aku
kerjain. Bahkan tak jarang tugas yang dikerjain dari sekian jumlah mahasiswa,
Cuma aku aja yang ngerjain. Dan itu menjadikanku pusat perhatian para dosen,
kalo aku sebagai mahasiswa yang rajin, cerdas, baik pula.
Disela-sela waktu kosong aku mengisi dengan
melukis. Kadang aku membawa kanvas dan teman-temanya, tapi kalo ribet paling
Cuma bawa buku sketsa dan pensilku saja. Dan waktu kosong kuliahku itu tak
pernah aku lewatkan untuk melukis, ditempat itu. Taman kampus. Suasananya sejuk,
walau berada ditengah-tengah kota, pemandangannya indah, dan ahhh tanpa
dibayangkanpun tempat itu sangat indah. Dan ternyata setiap aku melukis, ada
yang memperhatikanku.
Sering sih melihat dia. Tapi, aku tak terlalu
menanggapinya. Namun... hari itu, dia membuatku menoleh, menanggapinya. Alunan
suara dari alat musik gesek itu sangat-sangat indah, meski aku tidak terlalu
memahami tentang musik, tapi... baru kali ini aku mendengar alunan violin yang
begitu indah. Aku terlena mendengarkan dan memperhatikan orang itu memainkan
alat musiknya. Tanpa aku sadari aku tersenyum dan memberikan aplause tanpa ragu.
Dan aku juga baru menyadari ditaman ini hanya ada kami berdua. Wah... malu! dia
membalas dengan anggukan dibumbui senyuman yang manis sekali, menandai ucapan
terimakasihnya.
Semenjak kejadian itu, aku sering mencari,
mencuri pandang dia. Dan benar! Dia selalu ada dengan menenteng alat musiknya
lalu duduk manis mengeluarkan secarkik kertas entah apa yang mau ia lakukan. Kalo
urusannya udah melihat dia, aku merasa nyaman. Entahlah... saat melukispun aku
hanya menggambar yang melukiskan kebahagianku saja. Warnanya pun cerah.
Menandakan itu cerminan hatiku. Ahhh tapi entahlah... aku belum pernah
merasakan hal yang seperti ini. Abstrak. Apakah jatuh cinta?
Karna sering memperhatikannya, begitupun dia.
Kita berkenalan. Perkenalan itu mengalir begitu saja... dan terasa seperti
sudah saling mengenal lama. Nyambung. Laki-laki si penenteng alat musik gesek
itu, si pemain hebat alat musik itu bernama Vio. Seperti nama alat musik yang
ia sering maikkan yah? “Violin!” pantas saja dia hebat memaikan alat musik itu,
pengaruhi kali ya nama dia dengan alat musik itu?. Pertama kali aku liat dia
orangnya pendiem. Tapi seruu kalo sudah ngobrol sama dia, cekcok sana sini.
Saling berargumen. Tapi tetep nyambung. Sering juga aku dimainkan beberapa lagu
oleh dia, namun... jaminnya aku harus melukis dan hasil lukisannya itu untuk
dia. Cukup adil sih.
Diam-diam aku menyukainya. Sepertinya dia
juga. Dan itu dirasakan dan terlihat nyata. Aku mencintainya Tuhan!. Apakan aku
pantas? Dan apakan ini adil?
Entah seberapa sering aku mendengarkan
beberapa lagu buatannya, dengan diiringi si benda gesek bersuara merdu itu.
Meski aku terlalu bodoh untuk memahami apa maksud alunan musik yang ia berikan,
tapi aku menyukainya. Dan entah berapa banyak lukisanku telah dimilikinya. Meski
dia pun tidak terlalu mengerti isi pesan dari lukisan yang ku buat. Dan
ternyata dia mendaftarkan beberapa lukisanku di sebuah pameran lukisan. Dan itu
tanpa sepengetahuanku. Aku tidak marah. Malah aku berterimakasih. Ya! Tau-tau
aku diberi surat undangan untuk menghadiri acara pameran itu. Karna lukisanku
lolos untuk di pamerkan di pameran tersebut.
Lukisanku termasuk ke kategori umur remaja.
Terlihat beberapa lukisanku terpampang, terlihat indah di bawah sinar-sinar
lampu, ada seluit cahaya itu juga yang menambah keindahan di bingkai
lukisannya. Dibawah lukisanku ada tulisan tema dan namaku “KISAN 18 Tahun”. Aku
bangga. Tapi... terasa sesak saat melihat umurku tertulis disana. Itu bohong!
Hati kecilku terus berguman “kau pembohong, pembual segalanya!”.
Vio menemaniku ke manapun aku melangkah di
pameran itu, karna aku juga sih yang memintanya, bahagianya.. dia dengan senang
hati menemaniku. Beberapa tamu yang hadir menyalamiku, dan memberikanku
apresiasi. Namun... dua orang pertama mengendus dan berkompentar seenaknya. “kamu
yang melukis lukisan ini?” aku berbalas mengangguk pasti dan tersenyum bangga.
Tapi si tamu itu yang seakan-akan tahu seluk-beluk tentang lukisan berkomentar
pedas, membuatku terpojok dan Vio yang ikut-ikutan melohok. “masa? Kamu Kisan?
Tapi lukisanmu itu seakan-akan bukan dibuat oleh tangan wanita usia 18 tahun,
tapi seperti lukisan tangan wanita usia yaaaa 30an!, tepatnya seperti lukisan
wantia-wanita tua!”. Perkataanya membuatku tersendat. Aku benar-benar terpojok,
gelagapan.
#bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar