Seakan-akan tatapan ini kosong. Ternyata... Dihiasi wajah
berseri-seri. Terlukis diwajah ini, senyum yang merona... membayang.
Terdapat pahatan dalam
benak ini tentangmu, bercahaya dalam isi relung-relung ini tentangmu, dan terukir
dalam hati ini tentang tentangmu.
Ah... ternyata tentang ini hanya sekedar bayangan.
Meski sekejap bersama... kau menorehkan tinta merah muda yang
terukir dalam hati ini dan yang indahkan bertahta dalam benak ini. Itu...
menjadi penawar ketika rindu ini tak bisa kualihkan, kuhindari, hingga angin
dan air hujan pun tak bisa menghapuskannya, serta teriknya sang matahari tak
mampu mengeringkan dan melapukan torehanmu.
Kau yang menorehkan tinta itu, menjadikan tapak bayangan dalam
setiap langkahku. Namun ternyata... walau hanya sekedar bayangan, rindu ini
terobati. Tapi, ternyata bayangmu menjadi candu untuk mengobati kerinduan ini.
Bayangmu menjadi teman hidupku.
Bayangan...
Bagaimanakah cara mengakhiri semua kerinduan ini bersama
bayang-bayangmu? Akankah kemana kerinduan ini kupersembahkan untuk kusampaikan
padamu, selain bayanganmu? Mungkinkah bayanganmu menyampaikan kerinduan ini
padamu?
Aku tak bisa pahami, apa yang terjadi...
Hingga aku terlalu menggenggam erat untuk menjaga semua itu, yang
tak ingin pudar walau hanya dengan bayanganmu. Ataukah... aku yang terlalu
lemah untuk menentang melepaskan
bayanganmu?
Aku yang tak bisa menyampaikan. Hembusan angin yang tak bisa
kualihkan, kuhindari kerinduan padamu, maka kerinduan ini kutitipkan padanya
lewat hembusan anginnya. Dan air hujan yang tak bisa menghapus jejakmu, maka
kerinduan ini kutitipkan padanya setiap rintikan yang merjatuh. Serta kerinduan
ini dari cerianya terik sang cahaya matahari kutitipkan padanya setiap sinar
yang ia pancarkan.
Bayangmu menjadi yang penawar... kerinduan ini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar