Tiga
tahun tejawab, Pergi lebih dari itu
Adakah
disana kau rindu padaku
Meski
kita, kini ada didunia berbeda
Bila
masih mungkin waktu kuputar
Kan ku
tunggu dirimu…
Biarlah
kusimpan…
Sampai
nanti aku…
Kan ada
disana…
Tenanglah
dirimu, dalam kedamaian
Ingatlah
cintaku…
Kau tak
terlihat lagi…
Namun
cintamu abadi…
Tingginya berada dalam suasana
sore yang begitu tenang, bahagia. Kenyataan tiga tahun yang kutunggu, ku
inginkan kini terjawab. Tak menyangka. Keberanian yang kini aku ketahui. Senang?,
bahkan lebih dari senang, bahagia?, lebih dari bahagia yang kurasa saat itu.
Tiba-tiba
mengajakku yang masih dengan sikap cu’eknya, benarkah?. “jangan bercanda’lah…
hari ini ibu lagi dirumah”. Terkejut saat ia akan meminta ijin pada ibu tuk
jalan bareng ama anaknya. serus? Hahhhh… bingung apa sih maksudnya. Setau ku
dia orang yang jarang bersosialisasi. Dia orang yang bener-bener penuh rahasia,
buat penasaran, sampe-sampe waktu tiga tahun kurang ia baru menjelaskan. Dan benar,
hari itu pun ia dateng kerumah. Sebelumnya ibu yang membuka pintu. Terdengar suara
yang akrab seperti obroran teman sebaya, dan dengan bumbu tawaan yang sepercik.
Mengkerutkan dahi. Siapa tamu yang ibu ajak obrol, sampe terdengar akrab?, tak
mempedulikannya, hanya sekilas.
Selang
beberapa menit ibu langsung buka pintu kamar. “ayooo, cepet siap-siap temen
kamu lagi nunggu tuh”. Teman?, setahuku… hari ini ga ada acara ataupun jajian. Menengok
dari lantai atas ternyata dia… wah… berarti yang tadi ngobrol ama ibu?. Turun langsung
dari lantai atas “kamu seruis?”. Muka cu’eknya masih melekat hanya anggukan
yang ia jawab. Menuju kamar yang masih penuh ribuan pertanyaan, ada apa ini
sebenarnya, seneng sih, apalagi kalo mengingat obrolan dengan ibu yang begitu
akrab. Padahal baru saling mengenal.
Bukit, tempat yang begitu tinggi, udara yang
sejuk, suasana sore yang begitu tenang membuat hari itu benar, benar, benar
seneng, nyaman. Aku ga menyangka sikap yang aku ketahui selama tiga tahun
kurang, menunjukan bahwa sebenarnyalah dia seperti itu nyatanya, hangat. Gugup,
hening, tiba-tiba “inilah jawabanku”. Menatap matanya yang mulai berkaca-kaca
dibalik kaca matanya. “hah? Tiga tahun ini kah?”. Dengan gugup ia
menjelaskannya. Selama tiga tahun kurang ini, dia pun sama perasaannya. Dia menjelaskan
selama dalam waktu tiga tahun ini dengan keadaanya. Cukup tenang dengan
ungkapannya. Namun berasa barat dengan penjelasan yang ia beri tahukan.
Lebih terbuka
sejak kejadian kemarin. Yang aku kenal kini ia tuh orang yang begitu romantis,
hangat, suka ngelucu juga. Beda sebelumnya orang yang begitu cu’ek, dingin,
akhhh nyebelin’lah pokoknya. Kami juga
mengenal keluarga masing-masing. Lebih dekat dan akrab dengan ayahnya jika
sedang mengobrol. Begitupun dia akrab dengan ayah dan ibu, tapi lebih akrab
lagi dengan ibu. Namun disetiap aku ngobrol dengan ayahnya, pasti membahas kalo
aku harus siap untuk kedepannya. Aku mengerti, aku juga akan mencoba itu,
menerima itu.
Bukit
itu menjadi tempat peraduan kita. Suka, duka, bahagia, sedih, ada masalah, atau
apapun kita berada disana, selain tempat peraduan kami, tempat ibadah. Beberapa
waktu, aku ingat perkataan ayahnya. Aku mulai takut, untuk kehilangannya. Aku sudah
terlanjur untuk menerima apa adanya, namun untuk menerima ia pergi aku tak
sanggup. Tak bisa menceritakan apa yang sedang kurasa pada dia, aku datang
kebukit itu. Suasana sore, yang berbeda dengan suasana saat pertama kali aku
datang dengannya. Sejuk menjadi berasa mencekam. Awan yang menghitam, mata pun
ikut mendung. Air mata ini mulai jatuh, dan air hujan pertama, kedua,ketiga,
dan semakin deras., yang berasa dunia ini merasakan keadaanku. Sakit untuk
menerimanya pergi, semakin hati ini tak mau untuk ditinggalkanya air mata ini
smakin mengalir. Tuhan…
tolonglah beri kesempatan waktu yang lebih lama untuk bisa bersamanya…
Pundak kanan yang tiba-tiba berasa
hangat dengan tangan yang membelokan badan ku kearahnya. Kaget. Sepontan mengusap
air mata ini. “kenapa?... ” wajahnya yang ingin membuatku lebih menagis tak
ingin melihat wajah itu pergi. “ga papa, a’a’aku baik-baik aja ko, emang kenapa
gitu?hhe”. jarinya yang langsung mengusap air mata ini yang menyatu dengan air
hujan, langsung mengusap kepalaku, yang ia ketahui bahwa diriku sedang
berbohong, “aku akan baik-baik aja”. Kali ini benar-benar pecah air mata tak
bisa menahan depan dia.
Beberapa bulan menjalani. Kini baru
aku menyadari bahwa dia akan benar-benar pergi. Bagaimana dengan ku?. Keadaannya
seminggu kemarin yang membuatku khawatir kini mulai kembali pulih.
Macam-macam Coklat ia kumpulkan. Tak
menyangka, perkiraan yang melenceng yang begitu cepat. Ia benar-benar pergi
untuk slamanya. Kabar itu, benar-benar menusukku, menghantamku, benar-benar
sakit, lebih dari sakit, sakit, sakit…. Hanya tertunduk, menahan semua tangis
air mata ini, melihat orang yang begitu aku tunggu selama tiga tahun kurang
untuk tidak disisiku selamanya. Yang begitu akrab dengan ibu, sekarang? Tiada…
Tujuh hari kepergiannya. Ayahnya memberiku
sebuah kotak. “kotak ini dari ******, dia tidak sempat memberikannya langsung. Sebelum
dia pergi, dia ingin mengucapkan salam bahwa dia sangat menyayangimu nak, dia
juga minta maaf atas kekurangannya”. Mendengar itu, aku bahagia, aku nahan air
mata ini, untuk mencoba mengikhlaskannya.
Membuka kotaknya aku begitu sedih, benar-benar
tidak bisa menahan tangisan. Terharu dengan usahanya, ketika kotak itu berisi
kumpulan macam-macam coklat yang ia kumpulkan. Ada beberapa surat, sebelum kami
jadian. Yang tak terungkap selama tiga tahun kurang ini. Ternyata kenyataannya
ia lebih-lebih dari perasaanku terhadapnya.
Dirimu,
yang kutunggu selama tiga tahun. Diriku bersabar. Namun sekarang diriku harus
lebih bersabar, untuk bertemu ditempat yang tinggi yang lebih indah.
Jelaskan
kepadaku
Mengapa
takdir ini yang terjadi
Saat
ku mengerti artinya mencinta
Secepat
surga menginginkannya
Tuhan
kembalikan dia padaku
Karna
ku tak sanggup berada jauh darinya
kirimkan
malaikat cinta untuknya
Sampaikan
pesan dariku yang selalu merindunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar