Hal yang paling menyedihkan dalam hidup kita
adalah ketika kita bertemu dengan seseorang yang sangat berarti bagi kita,
hanya untuk mengetahui pada akhirnya seseorang tersebut tidak ditakdirkan untuk
bersama kita, sehingga pada akhirnya kita harus dengan berat hati membiarkannya
pergi dan berlalu.... jauh, semakin menjauh...
Yaaa..
untuk menabahkan hati, kalimat “mungkin itulah yang terbaik”. Mungkin kalimat
tadi, pernah terbesit, pernah dialami, bahkan ditanamkan untuk mengobati ini
semua. Meskipun kadang, bahkan tidak bisa menerima takdir itu.
Tuhan mengetahui yang
terbaik untuk kita,
dan akan memberi kita
kesusahan untuk menguji.
Lewat cinta kita
merasakan sakit hati,
supaya hikmah-Nya bisa
tertanam dalam sanubari.
Begitu juga dengan
cinta yang tak bertemu.
Ada satu alasan yang
kadang sulit untuk dimengerti,
tetapi kita harus
tetap percaya bahwa ketika Tuhan mengambil cinta dari kita,
Dia akan memberi yang
lebih baik.
(Pa Budi)
Sungguh. Kenapa
tidak bisa melupakannya?. Tidak bisa menggantikannya. YA!, diri ini terlalu
egois… sungguh terlalu egois. Hampir waktu tersita, percuma menunggu dia
kembali. Namun, entahlah… terasa anggun waktu yang tersita untuk memikirkannya.
Mungkin, karna
meninggalkan… meninggalkan dengan cara membekaskan warna terindah, menumpahkan
aroma yang begitu segar, memberikan rangkayan kata yang tertata rapih, semua…
semua yang membuat melayang. Itu menjadi patri.
“Namun, bahagia… ketika
ia, ketika ia tenang disana. Tempat yang yang melembutkan jiwanya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar