Hanya menganalogikan sebuah perubahan.
Sebelumnya, perubahan itu bukan
semata-mata diciptakan dengan sendirinya tanpa ada dorongan. Bukan pula perubahan
itu hadir mengalir begitu saja. Persepsi saya diwaktu ini, sebab mungkin saya
mempersepsikan perubahan akan lain dari yang ini. Sengaja dilakukan, baik
secara langsung atau tidak langsung itulah perubahan.
Oke terlalu ribet juga sih mengartikan
sebuah perubahan.
Gini deh. Ketika memasak tentu dong
perlu bumbu, ya garam, gula, merica, dan sebagainya. Buat apa? Anda taulah
jawabannya. Dan ketika masakan tersebut sudah dikasi bumbu rasanya pun pas. Tidak
keasinan dan tidak kemanisan, maka tidak seharusnya yang memasak ditambah lagi
bumbu tersebut yang dirasa masih kurang. Padahal jelas-jelas sudah pas. Ini nih!
Apa jadinya masakan tersebut kalo jadi tidak sesuai keinginan kita, ya tadi...
jadi keasinan atau kemanisan. Ujung-ujungnya ga kemakan, mubazir. Meskipun tetep
dipaksa dimakan? Pasti dong ada resikonya. Apa coba? *mikir keras
Ya gitu. Perubahan itu memang sengaja dilakukan
tapi disini baik secara sadar atau secara tidak sadar, dan secara langsung
ataupun tidak langsung. Perubahan juga mungkin bisa yaa mungkin bisa karna
faktor adanya ketidakpuasan, ketidaknyamanan.
Perubahan itu banyak ya... tapi
ngomong-ngomong pengen sedikit saja, yang menyangkut perasaan. Woaaaaaw apa
tuh? *lebay juga ya ni heni
Kayak tadi, soal masakan. Perubahan perasaan
bisa loh terjadi, sangat mungkin terjadi. Dari rasa suka jadi benci. Benci jadi
suka. Benci tambah makin ilfil. Suka tambah makin menggila-gilai. Dan sebagainya.
Itu akan aja terjadi. Kalo... tadi karna ada faktornya.
Gitulah... perubahan pasti ada resito. Mau
baik kek, mau buruk kek. Tapi yang penting bisa paham, memahami bukan dari satu
posisi/perpihak. Karna bagaimanapun porsi dalam posisi kita akan berbeda. Maka dari
itulah untuk saling menghargai, pahamlah akan posisi dia bukan paham karna
posisi diri sendiri saja.
Ngerti ga? Kalo ngerti ya syukur. Kalo engga?
Baca lagi sampe ngerti ini tulisan aneh.